NUNUKAN – Ibu Pitriani Pance Dacong alias Hj. Revi mendapat surat dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI melalui Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler, dengan prihal kasus penangkapan sembilan orang WNI di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia tepatnya di Sei Menggaris pada 18 Juni lalu.
Hj, Revi yang mendapatkan surat tersebut, merasa kurang puas terkait isi surat tersebut. Dari Sembilan WNI yang diamankan aparat Malaysia, salah satuanya adalah anak kandungnya yakni atas nama Gohan bin Dudi. Dituliskan dalam surat tersebut bahwa tiga diantaranya mengalami cedera terkena serpihan material mesin kapal ketika dilepaskan tembakan ke mesin kapal agar berhenti, dan satu korban terkena letusan senjata api tanpa sengaja karena berontak. Akibat cedera tersebut, Gohan bin Dudi sempat diberikan perawatan di RS Tawau.
“Suratnya hanya ditulis mendapatkan perawatan, padahal anaknya saya mendapatkan luka parah bagian alis pecah dan dilakukan operasi. Jika korban dilakukan operasi berarti ada luka parah. Hanya saja tidak disebutkan secara rinci. Sepertinya ada yang disembunyikan,” kata Hj. Revi.
Hingga kini, Hj. Revi tidak pernah berkomunikasi langsung dengan anaknya. Bahkan kondisi anaknya tak diketahui karena dalam surat tersebut bahwa telah dipindahkan ke penjara Sandakan. Dengan alasan dalam situasi pandemic covid 19. Dijanjikan untuk video call namun hingga kini diundur 2 minggu ke depan.
Kementerian Luar Negeri dan KRI Tawau pun senantiasa melakukan upaya yang terbaik untuk menangani kasus ini, antara lain melakukan langkah-langkah pendampingan dan pelindungan, termasuk menyediakan pengacara. Hal ini merupakan salah satu bentuk kehadiran negara dalam memberikan pelindungan kepada WNI di luar negeri sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Namun demikian, perlu dipahami bahwa pelindungan yang diberikan tidak bisa mengambil alih tanggung jawab pidana ataupun perdata yang dilakukan. Untuk itu, mohon kerja sama dari berbagai pihak termasukkeluarga agar upaya-upaya pendampingan dan pelindungan ini dapat dilakukan dengan baik.
“Prosesnya terlalu lama dan tidak terbuka kepada pihak keluarga. Kalau hanya surat saja tidak melihat langsung tetap tidak akan tenang. Sekarang lebih sebulan kasus ini berlalu, namun belum ada titik terang. Kinerja KRI Tawau perlu dipertanyakan, apakah sulit menangani kasus anak saya, kalau pun sulit mohon diberikan informasi yang pasti,” tegasnya. (*)